KURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
A. PENDAHULUAN
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu
perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur.
Demikian pula dalam pendidikan, diperlukan adanya program yang terencana dan
dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses,
pelaksanaan, sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah
“kurikulum pendidikan”.
Komponen kurikulum dalam pendidikan
sangat berarti, karena merupakan operasionalisasi tujuan yang dicita-citakan,
bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan.
Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok pendidikan,dan kurikulum sendiri
juga merupakan sistem yang mempunyai komponen komponen tertentu. Komponen
kurikulum tersebut paling tidak mencakup tujuan, struktur program, strategi
pelaksanaan yang menyangkut sistem penyajian pelajaran, penilaian hasil
belajar, bimbingan-penyuluhan, administrasi, dan supervisi pendidikan. Namun,
komponen-komponen tersebut belum memadai sebagai komponen kurikulum pendidikan.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2.
Bagaimana dasar, fungsi , dan prinsip kurikulum
pendidikan Islam?
3.
Bagaimana pola organisasi kurikulum
pendidikan Islam?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kurikulum
Kurikulum
(manhaj/curriculum) adalah
seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam
mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum dapat diartikan menurut
fungsinya sebagaimana dalam pengertian berikut ini:
a.
Kurikulum sebagai program studi.
Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh
peserta didik di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya.
b.
Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya
adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi
data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
c.
Kurikulum sebagai kegiatan terencana.
Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang harus
diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
d.
Kurikulum sebagai hasil belajar.
Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil
tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu,
atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
e.
Kurikulum sebagai reproduksi kultural.
Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat,
agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
f.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan dibawah
pimpinan sekolah.
g.
Kurikulum sebagai produksi.
Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai
hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari
beberapa definisi tersebut, baik dilihat dari fungsi kurikulum maupun
tujuannya, hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana
kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan,
saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat
diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai
tujuan yang diinginkan.[2]
2. Dasar, Prinsip, Dan Fungsi Kurikulum Pendidikan
Islam.
a. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam.
Dasar kurikulum
adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi
kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Al-Syaibani menetapkan empat dasar pokok kurikulum Islam,
yaitu
1) Dasar religi
Dasar yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai ilahi
yang tertuang dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah, karena kedua kitab tersebut
merupakan nilai kebenaran yang universal, abadi dan bersifat futuristik.
Nabi SAW. Bersabda:
وَسُنَّتِيْ للهِ كِتَابُ بَعْدَهُمَا تَضِلُّوْا لَنْ
شَيْئَيْنِ فِيْكُمْ تَرَكْتُ
“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang
kalian tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu) kitab Allah dan
Sunnahku.” (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam
Al-Misykah )
Disamping kedua sumber itu, masih ada juga sumber
yang lain yaitu dasar yang bersumber dari ijtihadi. Dalil ijtihadi dapat berupa
ijma’ dan qiyas.
2) Dasar falsafah
Dasar ini memberikan
arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga
susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran, terutama di bidang nilai-nilai
sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran. Dasar filosofis
mengandung nilai, baik yang berkaitan dengan nilai dan makna hidup dan
kehidupan, masalah kehidupan, norma-norma yang muncul dari individu, sekelompok
masyarakat, maupun bangsa yang dilatarbelakangi oleh pengaruh agama, adat
istiadat, dan konsep individu tentang pendidikan.esrta Dasar filosofis membawa
rumusan kurikulum Islam menjadi tiga dimensi, yakni:
a) Dimensi ontologis
Dimensi ini mengarahkan
kurikulum agar lebih banyak memberi peserta didik untuk berhubungan langsung
dengan fisik objek-objek, serta berkaitan dengan pelajaran yang memanipulasi
benda-benda dan materi kerja. Dimensi menghasilkan verbal learning, yaitu berupa kemampuan memperoleh data dan
informasi yang harus dipelajari dan dihafalkan.
Implikasi dimensi
ontologi dalan kurikulum pendidikan ialah bahwa pengalaman yang ditanamkan pada
peserta didik tidak hanya sebatas akam fisik dan isinya yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai sesuatu yang tidak terbatas dalam
realitas fisik.
b) Dimensi Epistimologi
Perwujudan kurikulum
yang valid harus berdasarkan pendekatan metode ilmiah yang sifatnya mengajak
berfikir menyeluruh, reflektif, dan kritis. Metode ini dilakukan melalui lima
tahapan, yaitu kesadaran akan adanya masalah, identifikasi semua masalah dan
cara pemecahannya, proyeksi disemua konsekuensi yang akan timbul, dan mengkaji
konsekuensi tersebut dalam pengalaman. Jadi, konstruksi tersebut bersifat
terbuka yang kesalahannya dapat diverifikasi bahkan ditolak serta bersifat
temporer.
Implikasi dimensi
epistimologi dalam rumusan kurikulum adalah
(1) penguasaan konten yang tidak sepenting dengan penguasaan bagaimana
memperoleh ilmu pengetahuan itu; (2) kurikulum menekankan lebih berat pada
pelajaran proses yang artinya bagaimana siswa dapat mengkonstruksikan ilmu
pengetahuan, aktifitas kurikulum, pemecahan masalah yang sebenarnya berpijak
pada epistemology konstruksi; (3) konten cenderung fleksibel, karena
pengetahuan yang dihasilkan tidak bersifat mutlak dan dapat berubah-ubah.
c) Dimensi Aksiologi
Dimensi ini mengarahkan
pembentukan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa agar memberikan kepuasan
pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai yang ideal, supaya hidup
dengan baik, sekaligus menghindarkan dari nilai-nilai yang tidak diinginkan.
Tegasnya ketiga dimensi
tersebut merupakan kerangka dalam perumusan kurikulum pendidikan Islam, maka
memiliki intervensi kehidupan peserta didik sedemikian rupa, agarmereka menjadi
insane kamil, insane kaffah, dan insan yang sadar akan hak dan kewajibannya.
3) Dasar Psikologis
Dasar ini
mempertimbangkan tahapan psikis peserta didik yang berkaitan dengan
perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat-bakat jasmaniah, intelektual, bahasa,
emosi, social, kebutuhan dan keinginan individual, minat, dan kecakapan. Dasar
psikologi terbagi menjadi dua macam, diantaranya:
a. Psikologis pelajar, hakikat anak-anak itu dapat
dididik, dibelajarkan, dan diberikan sejumlah materi pengetahuan. Disamping
itu, hakikat anak-anak dapat mengubah sikapnya, serta dapat menerima
norma-norma, dapat mempelajari keterampilan-keterampilan dengan berpijak pada
kemampuan anak tersebut.
b. Psikologis anak, setiap anak memiliuki kepentingan,
yakni untuk mendapatkan situasi-situasi belajar kepada anak-anak agar dapat
mengembangkan bakatnya.[3]
4) Dasar Sosiologis
Dasar sosiologis
memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan
memegang peranan penting terhadap penyampaian dan pengembangan
kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat.[4]
5) Dasar Organisator
Dasar inii mengenai bentuk penyajian mata pelajaran,
yakni organisasi kurikulum. Dasar ini berpijak pada teori psikologi asosiasi,
yang menganggap keseluruhan adalah jumlah bagian-bagiannya, sehingga menjadikan
kurikulum merupakan mata kuliah yang terpisah-pisah. Kemudian disusul teori
psikologis Gestalt yang menganggap keseluruhan mempengaruhi organisasi
kurikulum yang disusun secara unit tanpa adanya batas-batas antara berbagai
mata pelajaran.
b. Fungsi Kurikulum Dalam Pendidikan Islam :
1. Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh
harapan mmanusia sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
2. Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subyek
dan obyek pendidikan.
3. Fungsi kesinambungan untuk persiapan jenjang sekolah
selanjutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan.
4. Standar dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu
proses pendidikan, atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan
dijalankan pada semester atau pada tingkat pendidikan tertentu.
c.
Prinsip-prinsip Dalam Pengembangan
Kurikulum.
Dalam
usaha mengembangkan kurikulum, ada beberapa prinsip dasar yang harus
diperhatikan, yaitu:
a.
Prinsip Relevansi
Secara
umum, istilah relevansi pendidikan dapat diartikan sebagai kesesuaian atau
keserasian pendidikan dengan tuntunan kehidupan. Masalah relevansi pendidikan
dengan kehidupan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1.
Relevansi pendidikan dalam lingkungan
hidup murid. Dalam menetapkan bahan pendidikan yang akan diajarkan, hendaknya
dipertimbangkan sejauh mana bahan tersebut sesuai dengan kehidupan nyata yang
ada disekitar murid.
2.
Relevansi dengan perkembangan kehidupan
masa sekarang dan masa yang akan datang. Disamping mempertimbangkan lingkungan
hidup murid, perlu diperhatikan pula perkembangan yang terjadi dalam kehidupan
dimasa sekarang maupun di masa yang akan datang.
3.
Relevansi dengan tuntutan dalam dunia
pekerjaan. Disamping relevansi dari segi isi pendidikan, tidak kalah pentingnya
juga relevansi dari segi kegiatan belajar. Kurangnya relevansi dari segi
kegiatan belajar ini sering mengakibatkan sukarnya lulusan menghadapi tuntutan
dari dunia pekerjaan.
b.
Prinsip Efektivitas
Efektivitas
dalam suatu kegiatan berkenaan dengan sejauh mana sesuatu yang direncanakan
atau diinginkan dapat terlaksana atau tercapai. Di bidang pendidikan,
efektivitas dapat kita tinjau dari dua segi yaitu:
1.
Efektivitas mengajar guru, terutama
menyangkut sejauh mana jenis-jenis belajar mengajar yang direncanakan dapat
dilaksanakan dengan baik.
2.
Efektivitas belajar murid, terutama
menyangkut sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dapat
dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang ditempuh.
c.
Prinsip Efisiensi
Efisiensi
suatu usaha pada dasarnya merupakan sebuah perbandingan antara hasil yang
dicapai dengan usaha yang telah dikeluarkan. Dalam pengembangan kurikulum dan
pendidikan pada umumnya, prinsip efisiensi ini perlu sekali diperhatikan, baik
efisiensi dalam segi waktu, tenaga, maupun peralatan,yang tentunya akan menghasilkan
efisiensi dalam segi biaya.
d.
Prinsip Kesinambungan
Disini
yang dimaksud dengan kesinambungan ialah adanya saling hubungan atau
jalin-menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan.
1.
Kesinambungan antara berbagai tingkat
sekolah
Bahan-bahan pelajaran
yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat sekolah yang berikutnya
hendaknya diajarkan pada tingkat yang sebelumnya. Bahan-bahan pelajaran yang
sudah diajarkan pada tingkat sekolah yang lebih rendah tidak perlu diajarkan lagi
pada tingkat yang lebih tinggi.
2.
Kesinambungan antara berbagai bidang
studi.
Bahan yang diajarkan
dalam berbagai bidang studi sering mempunyai hubungan satu sama lainnya.
Sehubungan dengan hal itu urutan dalam penyajian berbagai bidang studi hendaknya
diusahakan sedemikian rupa agar hubungan tersebut dapat terjalin dengan baik.
e.
Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas yang
dimaksudkan disini ialah tidak baku, ada semacam ruang gerak yang memberikan
sedikit kebebasan didalam bertindak. Fleksibilitas meliputi dua hal:
1.
Fleksibilitas dalam memilih program
pendidikan.
Fleksibilitas ini dapat
diwujudkan dalam bentuk pengadaan program-program pilihan yang dapat berbentuk
jurusan, program spesialis, ataupun program-program pendidikan keterampilan
yang dapat dipilih murid atas dasar kemampuan dan minatnya.
2.
Fleksibilitas dalam mengembangkan
program pengajaran.
Fleksibilitas ini dapat
diwujudkan antara lain dalam bentuk memberikan kesempatan kepada guru-guru
untuk mengembangkan sendiri program-program pengajaran dengan berpegang pada
tujuan dan bahan pengajaran dalam kurikulum yang masih agak bersifat umum.[5]
3. Pola Organisasi Kurikulum Pendidikan Islam
Organisasi
kurikulum merupakan pola atau bentuk bahan pelajaran yang disusun dan
disampaikan kepada peserta didik, atau struktur program kurikulum yang berupa
kerangka umum program-program pendidikan atau pengajaran yang hendak
disampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau
pengajaran yang hendak dicapai.
Menurut S. Nasution,
untuk menentukan materi pelajaran dalam pengembangan kurikulum, pada hakikatnya
ada tiga sumber yaitu:
a. Masyarakat dan kebutuhannya
b. Anak dengan minat serta kebutuhannya; dan
c. Pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh umat manusia
sebagai hasl pengalamannya dan telah disusun secara sistematis oleh para
ilmuwan dalam sejumlah disiplin ilmu.[6]
Menurut S. Nasution
(1989: 80) organisasi kurikulum terdapat tiga tipe atau bentuk kurikulum, yaitu
:
1.
Separated
Subject Curriculum (Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran)
Kurikulum ini disebut demikian karena
segala bahan pelajarn disajikan dalam subject
atau mata pelajaran yang
terpisah-pisah. Sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang
lingkupnya. Jumlah mata pelajaran yang diberikan cukup bervariasi bergantung
pada tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan. Dalam praktek penyampaian
pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik
yang menangani suatu mata pelajaran yang dipegangnya.
Kurikulum ini sejak
lama diterapkan pada sekolah-sekolah kita, sampai dengan munculnya kurikulum
tahun 1968 dan kurikulum tahun 1975. Kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a.
Terdiri
atas sejumlah mata pelajaran yang terpisah satu sama lain, dan masing-masing
berdiri sendiri
b.
Tiap
mata pelajaran seolah-olah tersimpan dalam kotak tersendiridan diberikan dalam
waktu tertentu
c. Hanya
bertujuan pada penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan dan mengabaikan
perkembangan aspek tingkah laku lainnya
d.
Tidak
didasarkan pada kebutuhan, minat, dan masalah yang dihadapai para siswa
e.
Bentuk
kurikulum yang tidak mempertimbangkan kebutuhan, masalah, dan tututan dalam
masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang
f.
Pendekatan
metodologi mengajar yang digunakan adalah sistem penuangan (imposisi) dan
menciptakan perbedaan individual di kalangan para siswa
g.
Guru
berperan aktif, dengan pelaksaan sistem guru mata pelajaran dan mengabaikan
unsur belajar aktif di kalangan para siswa
h.
Para
siswa sama sekali tidak dilibatkan dalam perencanaan kurikulum secara
kooperatif
Ada
beberapa keuntungan yang diperoleh dari kurikulum ini, antara lain:
a.
Penyajian
bahan pelajaran dapat disusun secara logis dan sistematis
b.
Organisasi
kurikulum bentuk ini sangat sederhana dan tidak terlalu sulit untuk
direncanakan, serta mudah dilaksanakan
c.
Mudah
dievaluasi dan dites
d.
Dapat
digunakan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi
e.
Pendidik
atau guru sebagai pelaksana kurikulum dalam mempergunakannya lebih mudah
f.
Tidak
sulit untuk diadakan perubahan-perubahan
g.
Lebih
tersusun secara sistematis.
Di samping adanya keuntungan kurikulum
bentuk tersebut, ada juga beberapa kelemahan dari bentuk separated subject
curriculum, sebagai berikut:
a.
Bentuk
mata pelajaran yang terpisah dengan lainnya tidak relevan dengan kenyataan dan
tidak mendidik anak dalam menghadapi stuasi kehidupan mereka
b.
Tidak
memperhatikan masalah sosial kemasyarakatan yang dihadapi peserta didik secara
faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini disebabkan hanya berpedoman
pada apa yang tertera dalam buku atau teks
c.
Kurang
memperhatikan faktor-faktor kejiwaan peserta didik
d.
Tujuan
kurikulum ini sangat terbatas dan kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani,
perkembangan emosional dan sosial peserta didik serta hanya memusatkan pada
perkembangan intelektual
e.
Kurikulum
semacam ini kurang mengembangkan kemampuan berfikir, karena mengutamakan
penguasaan dan pengetahuan dengan cara hafalan
f.
Separated
curriculum ini cenderung menjadi statis dan tidak bersifat inovatif.
2.
Correlated Curriculum (Kurikulum Gabungan)
Correlated
curriculum adalah bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya
suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, Tetapi
tetap memperhatikan karakteristik tiap mata pelajaran tersebut.
Ciri-ciri kurikulum ini di antaranya
adalah sebagai berikut :
a.
Berbagai
mata pelajaran di korelasikan satu dengan yang lainnya
b.
Sudah
dimulai dengan adanya usaha untuk merelevansikan pelajaran dengan permasalaham
kehidupan sehari-hari, kendatipun tujuannya masih penguasaan pengetahuan
c.
Sudah
mulai mengusahakan penyesuaian pelajaran dengan minat dan kemapuan para siswa,
meski pelayanan terhadap perbedaan individual masih sangat terbatas
d.
Metode
penyampaian menggunakan metode korelasi, meski masih banyak yang menghadapi
kesulitan
e.
Meski
guru masih memegang peran penting, namun aktivitas siswa sudah mulai
dikembangkan
Organisasi kurikulum yang disusun dalam
bentuk correlated mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Beberapa
keunggulan yang dimaksud antara lain:
1.
Menunjukkan
adanya integrasi pengetahuan kepada peserta didik, yang mana dalam pelajaran
disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu
2.
Dapat
menambah interes dan minat peserta didik terhadap adanya hubungan antara
berbagai mata pelajaran
3.
Pengetahuan
dan pemahaman peserta didik akan lebih mudah dalam dengan penguraian dan
penjelasan dari berbagai mata pelajaran
4.
Adanya
kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih fungsional
5.
Lebih
mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada pengetahuan
(knowledge) dan penguasaan fakta-fakta.
Selain correlated curriculum mempunyai
kelemahan, antara lain:
1.
Bahan
yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat
peserta didik
2.
Pengetahuan
yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata
pelajaran
3.
Urutan
penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis
4.
Kebanyakan
di antara para pendidik atau guru kurang menguasai antar disiplin ilmu,
sehingga mengaburkan pemahaman peserta didik atau siswa.
3.
Integrated
Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Dalam integrated curriculum mata
pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau unit tertentu. Dengan adanya
kebulatan bahan pelajaran diharapkan dapat terbentuk kebulatan pribadi peserta
didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, hal-hal
yang diajarkan di sekolah harus disesuaikan dengan situasi, masalah dan
kebutuhan kehidupan di luar sekolah.
Ciri-ciri umum dari
kurikulum studi adalah sebagai berikut :
a.
Kurikulum
terdiri atas suatu bidang pengajaran, yang di dalamnya terpadu sejumlah mata
pelajaran sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama
b.
Pelajaran
bertitik tolak dari core subject, yang
kemudian diuraikan menjadi sejumlah pokok bahasan
c.
Berdasarkan
tujuan kurikuler dan tujuan instruktusional yang telah digariskan
d.
Sistem
penyampaian bersifat terpadu
e.
Guru
berperan selaku guru bidang studi
f.
Minat,
masalah, serta kebutuhan siwa dan masyarakat dipertimbangkan sebagai dasr
penyusunan kurikulum, walaupun masih dalam batas-batas tertentu
g.
Dikenalkan
berbagai jenis bidang studi.[7]
D.
Kesimpulan
·
Kurikulum (manhaj/curriculum) adalah seperangkat perencanaan dan media untuk
mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang
diinginkan.
·
Dasar kurikulum Islam
§ Dasar
religi
§ Dasar
Falsafah
§ Dasar
Psikologis
§ Dasar
Sosiologis
§ Dasar
Organisator
·
Fungsi Kurikulum
Dalam Pendidikan Islam :
§
Alat untuk
mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan mmanusia sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.
§
Pedoman dan
program yang harus dilakukan oleh subyek dan obyek pendidikan.
§
Fungsi
kesinambungan untuk persiapan jenjang sekolah selanjutnya dan penyiapan tenaga
kerja bagi yang tidak melanjutkan.
§ Standar dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu
proses pendidikan, atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan
dijalankan pada semester atau pada tingkat pendidikan tertentu.
·
Prinsip kurikulum pendidikan Islam
§ Prinsip
Relevansi
§ Prinsip
Fleksibilitas
§ Prinsip
Efektifitas
§ Prinsip
Kesinambungan
§ Prinsip
Efisiensi
·
Pola organisasi kurikulum pendidikan
Islam
§ Kurikulum
berdasarkan mata pelajaran
§ Kurikulum
Gabungan
§ Kurikulum
Terpadu
[1]
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta:Kencana,2010)hlm.121
[2] Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta:Kencana,2010)hlm.122
[3] Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta:Kencana,2010)hlm.125-131
[4] Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta:Kencana,2010)hlm.130
[5]
M.Sudiyono,Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta:Bumi Aksara,2009)hlm.222-224
[6] M.Sudiyono,Ilmu
Pendidikan Islam(Jakarta:Bumi Aksara,2009)hlm.258
[7]
S.Nasution,Asas-asas Kurikulum(jakarta: Bumi aksara,2011),hlm.176-180